Golkar Dinilai Akan Dihukum Publik

Pertahankan Novanto, Golkar Dinilai Akan Dihukum Publik pada Pemilu

Wartariau.com Peserta aksi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi membawa poster bergambar Ketua DPR Setya Novanto ketika melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9/2017). Mereka mendesak KPK untuk menahan Setya Novanto yang diduga terlibat dalam kasus megaproyek KTP-el.Peserta aksi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi membawa poster bergambar Ketua DPR Setya Novanto ketika melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9/2017). Mereka mendesak KPK untuk menahan Setya Novanto yang diduga terlibat dalam kasus megaproyek KTP-el.

JAKARTA - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengingatkan hukuman publik yang akan diterima Partai Golkar jika tetap dipimpin oleh Setya Novanto sebagai ketua umum.

"Publik akan memberikan 'hukuman' yang menyakitkan bagi Golkar dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 apabila bersikeras membiarkan SN (Setya Novanto) tetap memimpin partai," kata Haris, Kamis (5/10/2017).

Menurut Haris, Partai Golkar seharusnya mendengar suara publik yang terus bergema ingin agar Novanto mundur dari jabatan yang ia emban di partai berlambang beringin tersebut.

"Jadi dalam konteks peluang di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Partai Golkar semestinya lebih mendengar aspirasi dan suara publik. Ketimbang ngotot mempertahankan SN sebagai ketum partai. Masyarakat kita sudah melek politik, jadi enggak bisa dibodohi lagi," kata dia.

Tak berbeda, peniliti LIPI lainnya Siti Zuhro mengatakan bahwa lolosnya Novanto dari jerat status tersangka gudaan korupsi proyek pengadaan e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi batu sandungan bagi Partai Golkar.

"Hal yang tidak bisa dinafikan oleh Golkar adalah penilaian publik. Karena ini berkaitan langsung dengan public trust atau legitimasi Golkar di mata rakyat," kata Siti dilansir kompas.

Siti juga menilai hal yang sama, bahwa Partai Golkar harusnya takut akan hukuman publik. Sebab, imbasnya akan bisa membuat Golkar kehilangan dukungan publik pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

"Ini dianggap sebagai momok. Karena itu suara netizen meskipun acapkali dianggap kontroversial dan keabsahannya diragukan, tapi dalam konteks kasus SN relatif merepresentasikan suara publik," ujar dia.

Meski demikian, kata Siti, jika Novanto pun diganti, tak serta merta badai yang menghantam Golkar akan cepat berlalu. Alasannya, siapa pun yang memimpin Partai Golkar akan tetap menjadi sorotan publik, karena dampak kasus Novanto sebelumnya.

"Jadi siapa pun pucuk pimpinan Partai Golkar akan menjadi sorotan dan pertimbangan publik," tutur Siti.

Partai Golkar sendiri sebelumnya sempat mewacanakan untuk melakukan evaluasi terhadap Setya Novanto selaku ketua umum. Evaluasi dilakukan menyusul penetapan tersangka oleh KPK terhadap Novanto.

Penetapan tersangka terhadap Novanto dianggap membuat elektabilitas Partai Golkar menurun.

Namun, wacana evaluasi berangsur reda setelah hakim praperadilan Cepi Iskandar memenangkan gugatan Novanto. Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap Novanto dianggap tidak sah.(*)



TERKAIT