Daerah Penghasil Migas

Jangan Sampai Daerah Penghasil Migas Malah Antri Dan Kesulitan Dapatkan BBM

Wartariau.com JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Mahyudin yang juga anggota DPR RI Komisi VII membuka acara Sosialisasi Pengaturan Terhadap Implementasi Sub Penyalur BBM BPH Migas, di Ballroom Swissbell Hotel, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (9/12).

Acara yang dihadiri beberapa anggota Komite BPH Migas dan perwakilan Pemprov Kalimantan Timur juga dihadiri ratusan praktisi penyalur BBM se Provinsi Kaltim serta perwakilan LSM.

Berbicara seputar BBM, dalam kesempatan tersebut Mahyudin mengungkapkan bahwa ada beberapa daerah yang merupakan penghasil migas terbesar yakni antara lain Kalimantan Timur dan Riau. Tapi, anehnya untuk mendapatkan BBM masyarakat masih harus masih juga antri, sejak subsidi BBM masih berlaku bahkan hingga kini. Di Kalimantan Timur sendiri ada beberapa daerah yang pasokan BBM-nya sangat terbatas sehingga masyarakat antri untuk mendapatkannya.

"Hal tersebut harus diperhatikan pihak-pihak yang berkompeten seperti Pertamina dan BPH Migas jangan sampai daerah penghasil migas besar, rakyatnya malah antri mendapatkan migas atau malah kosong BBM sekali lagi harus diperhatikan lagi," kata Mahyudin dalam rilis Humas MPR.

Perhatian pemerintah, lanjut Mahyudin, dengan melakukan sosialisasi terkait pengaturan terhadap implementasi sub penyalur BBM sangat diapresiasi. Mahyudin juga sangat menghargai program pemerintah yang ingin mengatur harga BBM satu harga di seluruh Indonesia dimana yang paling diprioritaskan adalah daerah-daerah terpencil dan daerah terdepan serta terluar.

"Sebenarnya masalah yang paling besar yang harus diperhatikan dari soal penyaluran BBM adalah masalah transportasi yang sangat besar di daerah-daerah terpencil. Bahkan di Papua pernah tembus harga 500 ribu perliter. Bagaimana kesejahteraan akan naik di sana, sehingga tumbuh subur gerakan radikal ingin memisahkan diri dari Indonesia. Benang merahnya adalah masalah keadilan," ujarnya.

Tapi, lanjut Mahyudin, sekarang di Papua sudah diterapkan satu harga. Kedepan mungkin bisa ditetapkan pemerintah daerah boleh menetapkan harga ongkos angkut sampai di daerah-daerah terpencil sehingga harga jualnya bisa sesuai dengan keinginan pemerintah. Yang mesti diperhatikan juga dan dilakukan adalah penertiban seputar bisnis penyaluran BBM. Pengaturan yang tegas soal peruntukan konsumsi BBM untuk rakyat dan industri harus tegas dilaksanakan.

Diutarakan Mahyudin, diharapkan jika penerapan satu harga nasional ini diterapkan total, maka rakyat akan merasakan keadilan yang paripurna dan keadilan nasional akan tercapai sesuai amanah konstitusi dan Pancasila. [RMOL]

TERKAIT