Menanti Harga Beras Turun Pasca

Menanti Harga Beras Turun Pasca Panen Raya.

wartariau.com Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk membuka keran impor beras di awal tahun 2018 ini. Jumlahnya yang akan masuk ke dalam negeri sebanyak 346.000 ton yang berasal dari Vietnam hingga Pakistan.

Langkah impor ini diambil dalam rangka stabilisasi harga beras yang belakangan melonjak karena kekurangan pasokan. Perum Bulog pun ditugaskan untuk mengisi kekurangan pasokan gudang miliknya dengan beras-beras impor yang akan datang.

Di sisi lain, Menteri Pertanian Amran Sulaiman sudah mulai aktif melakukan panen raya di berbagai lokasi. Dalam waktu sepekan ini, Amran sudah panen raya di ribuan hektar lahan sawah wilayah Jawa Timur hingga ke Jawa Tengah.

Lantas bagaimana hasil dari panen raya yang dilakukan Amran di tengah langkah membuka impor beras? Apakah bisa mengisi kekurangan pasokan yang terjadi saat ini?

Berikut petikan wawancara khusus detikFinance bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman, di sela-sela kunjungan panen rayanya di Jawa Tengah beberapa waktu lalu.


Belakangan ini Anda berkeliling ke berbagai daerah untuk panen raya, bagaimana hasilnya?

Jadi panen raya ini saya kira sangat membanggakan, membahagiakan kita, kenapa? ini kita sudah masuk panen raya, ini sampai dengan bulan April, itu panen terus menerus sampai April.


Apa dampaknya ke penurunan harga?

Ini yang juga menggembirakan, bahwa harga gabah yang awalnya pernah memuncak Rp 6.000, bertengger di Rp 6.000, kemarin di Grobokan itu hanya Rp 5.000, turun Rp 1.000. Kemudian di Demak turun Rp 700, dan di Bojonegoro turun Rp 600.

Biasanya, kalau sudah turun seperti ini tidak mungkin naik lagi harga gabah di tingkat petani. Karena, parabolic produksinya, nah dia sudah masuk titik panen raya ini. Masuk sampai April. Di sini lah biasanya petani terpukul, di saat panen puncak.


Berapa total panen secara nasional?

Total panen kita seluruh Indonesia, satu bulan, satu minggu 2 juta hektar, dan berasnya kurang lebih 5-6 juta ton.


Apa itu bisa memenuhi kekurangan pasokan beras Bulog?

Nah stok kita minimum 1 juta ton, sekarang itu kurang lebih 900.000 ton, berarti kan kita hanya butuh 100.000 ton. Biasanya Bulog, itu kalau panen puncak serapannya berkisar 400.000 ton sampai 600.000 ton per bulan.

Artinya, satu minggu, dua minggu, atau paling lama katakanlah kita hitung jeleknya itu tiga minggu, paling lama itu tiga minggu terpenuhi. Dan berikutnya, kita sepakat dalam rakor, harus menyerap minimal 2,2 juta ton sampai Juni. Kalau itu terjadi selesai semua.


Apa dengan panen raya ini bisa memenuhi kebutuhan beras masyarakat?

Oh iya, ini bedanya, jadi ada orang yang awam, stok satu juta itu minim, iya. Tapi itu masih perlu dijabarkan lebih detil lagi, 1 juta itu berada di titik mana, Oktober, atau Januari, atau Desember.

Kalau dia Oktober, maka waspada. Kenapa? Menghadapi musim panen yang paceklik, tapi kalau Januari menghadapi panen raya. Sederhana kan sebenarnya. Jadi kalau 1 juta ton di bulan Oktober maka harus hati-hati, harus ditambah. Tapi kalau Januari, menghadapi musim panen kan banyak beras, kecuali ada musibah atau yang lainnya, tapi insyaAllah tidak lah.


Mendekati musim panen ini memang harga gabah selalu turun?

Iya, selalu turun. Itu sudah siklusnya, kalau masuk panen raya pasti turun.


Tapi kenapa saat mau panen raya ini harga beras justru naik?

Sebenarnya situasinya itu biasa, tapi begini, naik ini harga berapa (lama) aku tanya? Katakanlah satu bulan ya, (tapi) 11 bulan turun dan stabil kan, di mana keadilan? Bagaimana petani? Satu bulan ribut, tapi 11 bulan, kalau nanti ini turun, dan biasanya di bawah HPP, itu pada bulan Maret. Jadi mari kita menjaga kedua-duanya. Tapi memang lagi-lagi kata kuncinya itu stok Bulog. Sederhana sebenarnya ini, cuma dibikin sulit saja.


Dengan panen raya ini, sudah terlihat dampaknya ke pasokan seperti pasar?

Kalau harga gabah turun, itu berarti menunjukkan supply meningkat.


Kenapa ada perbedaan data terkait produksi beras?

Sekarang kita ini menggunakan kalau data ini katakanlah masih menjadi perdebatan, coba menggunakan saja semacam logika sederhana. Bahwa kalau Oktober itu musim hujan, itu umurnya padi tiga bulan, artinya Januari itu panen. Kalau Januari sudah panen, berarti panen rayanya Februari, Maret, April.

Kemudian, dengan logika saja, stok yang 1 juta tadi itu jangan melihat 1 jutanya berhenti di 1 juta. Tapi (lihat) 1 juta itu di bulan berapa, kalau di bulan Oktober, itu harus waspada. Kalau Januari, itu, ini minggu ketiga sudah masuk panen raya, (jadi) stok itu akan sendirinya bertambah, ditambah sekarang fakta empirisnya harga sudah turun Rp 600- Rp 700.

Kemudian logika sederhana, dulu 2016-2017 tidak ada impor, berarti produksi meningkat kan. Selesai. Jagung dulu impor 3,6 juta ton, sekarang 0. Dan sekarang sudah ekspor. Bawang dulu impor 72.000 ton, sekarang sudah ekspor. Itu logika sederhana, tidak ada yang bisa bantah. Harga cabai dulu bergejolak, sekarang stabil.


Artinya apa?

Jadi empat komoditas strategis dipenuhi tanpa impor, dua tahun. Itu tidak ada yang bisa bantah, bahwa produksi meningkat. Selesai. (Jadi) yang dulu importir untuk tiga komoditas, negara yang dulu impor, sekarang ekspor.


Anda bilang data itu kewenangan BPS, tapi BPS jawab kalau itu justru kewenangan Kementerian Pertanian?

Presiden arahkan ke kita, bahwa satu pintu data, itu BPS. Itu arahannya (dari presiden). Itu arahan bapak (presiden) supaya tidak polemik. Sederhana kan.

Kami heran, data produksi selalu berpolemik, khususnya pangan. Kenapa bukan data yang lainnya, data-data lainnya yang diperdebatkan. Ada apa di balik ini semua. Kalau data kemiskinan meningkat, tidak diperdebatkan. Kalau data inflasi meningkat, juga langsung dibenarkan. Tapi kalau data produksi meningkat itu diragukan, ada apa semua di balik ini. Apakah pangan ini sangat seksi, sangat menarik perhatian, padahal sama-sama dirilis BPS.


Harapannya dengan panen raya yang dimulai ini?

Kita harus jaga harga tetap stabil, agar kesejahteraan petani terjamin. Jadi pendekatannya sekarang kesejahteraan. Kan dulu food security, ketahanan pangan, self eficiency, itu swasembada. Lalu food sovereignty itu kedaulatan pangan, kemudian family well farm, itu kesejahteraan keluarga petani. Jadi kesejahteraan kita harus jaga betul. (zlf/zlf)

detik.co.id
TERKAIT