KPK Sita Duit Sekarung Dari Vila
KPK Sita Duit Sekarung Dari Vila Pribadi Bupati
Wartariau.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi di Mojokerto, Jawa Timur. Sejumlah aset Bupati Mustafa Kamal Pasa disita.
Setnov Bersaksi Di Sidang Dokter Bimanesh
KPU Klaim DPR Sepakat Soal Peraturan Napi Korupsi Tidak Boleh Caleg
KPK Didemo, Menuntut Korupsi Direksi PT Pos Diusut
Dalam penggeledahan yang digelar sejak Rabu, tim KPK mengangkut 6 mobil, 2 motor, 5 jet ski, dan satu karung uang. Aset Mustofa lalu dititipkan ke kepolisian.
Mobil yang disita Land Rover Range Rover Evoque Si.4 merahnopol L1213 HX, Subaru Symmetrical AWD WRX putih S 1168 P, Toyota Kijang Innova hitam L1724 YY, Toyota Kijang Innova abu-abu S 1020 N, Honda CRV Prestige hitam S 1001 NB, dan Daihatsu Gran Max putih S 8021 NC.
Kemudian, sepeda motor Yamaha N-Max, Honda Sonic dan 5 jet ski merk BRP Seadoo. Beberapa kendaraan itu disita dari showroom milik Nono, orang dekat Mustafa. Sedangkan uang yang diperkirakan berjumlah miliaran rupiah diamankan dari vila pribadi Mustafa di Pacet, Mojokerto.
Kepala Kepolisian Resor Kota Mojokerto Ajun Komisaris Besar Sigit Dany Setiyono mengatakan hasil penyitaan KPK dititipkan di Kepolisian Sektor Magersari. "Beberapa barang seperti kendaraan dan uang tunai," sebutnya.
Namun Sigit tak jumlahnya. "Kami hanya mem-back up KPK," katanya. Kepolisian melakukan pengamanan khusus terhadap barang sitaan itu sebelum dibawa ke Jakarta.
Juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan penyitaan sejumlah aset Mustofa. "Penggeledahan dan penyitaan dilanjutkan di dua rumah Bupati," katanya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan Satgas tengah melakukan penyidikan di Mojokerto. Namun dia belum bersedia kasus yang tengah diusut. "Tunggu anak-anak di lapangan," elaknya.
Selain mengamankan aset Mustafa, tim KPK juga menggeledah sejumlah kantor instansi Pemkab Mojokerto. Mulai dari Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap hingga kantor Satpol PP.
Dari penggeledahan berbagai instansi itu, tim KPK mengangkut sejumlah dokumen. Penggeledahan juga dilakukan terhadap ruang kerja dan rumah dinas bupati.
Mustofa menyaksikan penggeledahan rumah dinas bupati yang masih satu kompleks dengan kantor Pemkab Mojokerto. Ia mengungkapkan penyidikan KPK terkait dengan kasus gratifikasi.
"Katanya ada orang yang mengeluarkan duit tapi saya enggak kenal dan enggak pernah bertemu," katanya.
Mustofa tak tahu KPK telah menggeledah sejumlah instansi Pemkab Mojokerto. Ia tampak santai menikmati nasi kotak ketika KPK menggeledah rumah dinas.
Kilas Balik
3 Anggota DPRD Jadi Saksi Kasus Suap Walikota Mojokerto
KPK kembali melanjutkan penyidikan kasus suap Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus. Kemarin, penyidik lembaga antirasuah memeriksa tiga anggota DPRD.
Mereka Udji Pramono dari Fraksi Demokrat, Febriana Meldyawati dari Fraksi PDIP sertaHardyah Santi dari Fraksi Golkar.
Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, pemeriksaan ketiga anggota dewan itu untuk mempercepat proses melengkapi berkas perkara Mas'ud Yunus.
Mas'ud Yunus ditetapkan sebagai tersangka penyuapan terhadap anggota DPRD. Pemberian suap itu akan legislatif menyetujui pengalihan anggaran hibah pembangunan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Rp 13 miliar menjadi anggaran program program penataan lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Setelah kasus suap ini terkuak, anggota DPRD Kota Mojokerto ramai-ramai mengembalikan duit suap pada Desember 2017 lalu.
Saat itu, 10 anggota DPRD Kota Mojokerto itu diperiksa sebagai saksi kasus suap pengalihan anggaran proyek Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di APBD Perubahan 2017. Mereka menjalani pemeriksaan di aula Wira Pratama Markas Polres Mojokerto.
Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Jawa Timur, Junaedi Malik mengaku menerima duit Rp 5 juta dari pimpinan DPRD. "Tadi disinggung (penyidik KPK), tapi kami tak tahu uang itu uang apa. Kami sebagai anggota tak pernah ada janjian terkait bagi-bagi uang untuk PENS," aku Junaedi usai menjalani pemeriksaan.
Menurut politisi PKB ini, uang tersebut diterima dari Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Abdullah Fanani pada Juni sebelum terjadi operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Junaedi mengaku tak tahu tujuan Fanani memberikan uang itu. Ia mengira uang itu pembagian untuk operasional anggota dewan. "Semua anggota (DPRD) terima masing-masing Rp 5 juta dari unsur pimpinan (Dewan)," bebernya.
Setelah diperiksa KPK, Junaedi berinisiatif mengembalikan uang tersebut. "Kalau saya tadi sudah saya kembalikan ke penyidik. Saya kira (anggota DPRD) yang dipanggil semua kooperatif (mengembalikan uang). Karena semua anggota tak paham soal uang itu," kata Junaedi.
Hal yang sama dikatakan Sekretaris Komisi II DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi Partai Gerindra, Dwi Edwin Endra Praja. "Uang Rp 5 juta memang pemberian dari pihak Kadis PUPR yang disalurkan melalui pimpinan (Dewan) ke anggota. Namun awalnya kami tak tahu. Saya tahunya setelah menjalani pemeriksaan," tuturnya.
Setelah mengetahui sumber uang tersebut, Dwi Edwin berencana mengembalikan ke KPK.
Setnov Bersaksi Di Sidang Dokter Bimanesh
KPU Klaim DPR Sepakat Soal Peraturan Napi Korupsi Tidak Boleh Caleg
KPK Didemo, Menuntut Korupsi Direksi PT Pos Diusut
Dalam penggeledahan yang digelar sejak Rabu, tim KPK mengangkut 6 mobil, 2 motor, 5 jet ski, dan satu karung uang. Aset Mustofa lalu dititipkan ke kepolisian.
Mobil yang disita Land Rover Range Rover Evoque Si.4 merahnopol L1213 HX, Subaru Symmetrical AWD WRX putih S 1168 P, Toyota Kijang Innova hitam L1724 YY, Toyota Kijang Innova abu-abu S 1020 N, Honda CRV Prestige hitam S 1001 NB, dan Daihatsu Gran Max putih S 8021 NC.
Kemudian, sepeda motor Yamaha N-Max, Honda Sonic dan 5 jet ski merk BRP Seadoo. Beberapa kendaraan itu disita dari showroom milik Nono, orang dekat Mustafa. Sedangkan uang yang diperkirakan berjumlah miliaran rupiah diamankan dari vila pribadi Mustafa di Pacet, Mojokerto.
Kepala Kepolisian Resor Kota Mojokerto Ajun Komisaris Besar Sigit Dany Setiyono mengatakan hasil penyitaan KPK dititipkan di Kepolisian Sektor Magersari. "Beberapa barang seperti kendaraan dan uang tunai," sebutnya.
Namun Sigit tak jumlahnya. "Kami hanya mem-back up KPK," katanya. Kepolisian melakukan pengamanan khusus terhadap barang sitaan itu sebelum dibawa ke Jakarta.
Juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan penyitaan sejumlah aset Mustofa. "Penggeledahan dan penyitaan dilanjutkan di dua rumah Bupati," katanya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan Satgas tengah melakukan penyidikan di Mojokerto. Namun dia belum bersedia kasus yang tengah diusut. "Tunggu anak-anak di lapangan," elaknya.
Selain mengamankan aset Mustafa, tim KPK juga menggeledah sejumlah kantor instansi Pemkab Mojokerto. Mulai dari Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap hingga kantor Satpol PP.
Dari penggeledahan berbagai instansi itu, tim KPK mengangkut sejumlah dokumen. Penggeledahan juga dilakukan terhadap ruang kerja dan rumah dinas bupati.
Mustofa menyaksikan penggeledahan rumah dinas bupati yang masih satu kompleks dengan kantor Pemkab Mojokerto. Ia mengungkapkan penyidikan KPK terkait dengan kasus gratifikasi.
"Katanya ada orang yang mengeluarkan duit tapi saya enggak kenal dan enggak pernah bertemu," katanya.
Mustofa tak tahu KPK telah menggeledah sejumlah instansi Pemkab Mojokerto. Ia tampak santai menikmati nasi kotak ketika KPK menggeledah rumah dinas.
Kilas Balik
3 Anggota DPRD Jadi Saksi Kasus Suap Walikota Mojokerto
KPK kembali melanjutkan penyidikan kasus suap Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus. Kemarin, penyidik lembaga antirasuah memeriksa tiga anggota DPRD.
Mereka Udji Pramono dari Fraksi Demokrat, Febriana Meldyawati dari Fraksi PDIP sertaHardyah Santi dari Fraksi Golkar.
Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, pemeriksaan ketiga anggota dewan itu untuk mempercepat proses melengkapi berkas perkara Mas'ud Yunus.
Mas'ud Yunus ditetapkan sebagai tersangka penyuapan terhadap anggota DPRD. Pemberian suap itu akan legislatif menyetujui pengalihan anggaran hibah pembangunan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Rp 13 miliar menjadi anggaran program program penataan lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Setelah kasus suap ini terkuak, anggota DPRD Kota Mojokerto ramai-ramai mengembalikan duit suap pada Desember 2017 lalu.
Saat itu, 10 anggota DPRD Kota Mojokerto itu diperiksa sebagai saksi kasus suap pengalihan anggaran proyek Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di APBD Perubahan 2017. Mereka menjalani pemeriksaan di aula Wira Pratama Markas Polres Mojokerto.
Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Jawa Timur, Junaedi Malik mengaku menerima duit Rp 5 juta dari pimpinan DPRD. "Tadi disinggung (penyidik KPK), tapi kami tak tahu uang itu uang apa. Kami sebagai anggota tak pernah ada janjian terkait bagi-bagi uang untuk PENS," aku Junaedi usai menjalani pemeriksaan.
Menurut politisi PKB ini, uang tersebut diterima dari Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Abdullah Fanani pada Juni sebelum terjadi operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Junaedi mengaku tak tahu tujuan Fanani memberikan uang itu. Ia mengira uang itu pembagian untuk operasional anggota dewan. "Semua anggota (DPRD) terima masing-masing Rp 5 juta dari unsur pimpinan (Dewan)," bebernya.
Setelah diperiksa KPK, Junaedi berinisiatif mengembalikan uang tersebut. "Kalau saya tadi sudah saya kembalikan ke penyidik. Saya kira (anggota DPRD) yang dipanggil semua kooperatif (mengembalikan uang). Karena semua anggota tak paham soal uang itu," kata Junaedi.
Hal yang sama dikatakan Sekretaris Komisi II DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi Partai Gerindra, Dwi Edwin Endra Praja. "Uang Rp 5 juta memang pemberian dari pihak Kadis PUPR yang disalurkan melalui pimpinan (Dewan) ke anggota. Namun awalnya kami tak tahu. Saya tahunya setelah menjalani pemeriksaan," tuturnya.
Setelah mengetahui sumber uang tersebut, Dwi Edwin berencana mengembalikan ke KPK.
TERKAIT
Tulis Komentar