Ayah Zumi Zola Berdalih Sakit

Mangkir Pemeriksaan KPK, Ayah Zumi Zola Berdalih Sakit Kasus Fee Proyek Provinsi Jambi

Wartariau.com "Saksi ZN tidak hadir. Yang bersangkutan mengirim surat sakit. Penyidik akan menjadwal­kan ulang pemeriksaan saksi," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Ayah Zumi Zola Juga Ikut Berurusan Dengan KPK
Zumi Laza Dicecar Soal Aset Dan Uang Di Vila Zumi Zola
Setelah Bini, Giliran Adik Zumi Zola Digarap KPK

Sedianya, Zulkifli menjalani pemeriksaan sebagai saksi perkara Zumi Zola dan Arfan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi.

Sebelumnya, KPK telah me­meriksa anggota keluarga Zumi Zola. Mulai dari istrinya Sherrin Tharia, ibunya Hermina Djohar dan adiknya Zumi Laza.

"Ada hal-hal yang diduga berkaitan dengan orang-orang dekat, khususnya mereka yang memilikihubungan darah dengan tersangka. Dugaan semen­tara, saksi-saksi mengetahui asal-usul aset tersangka ZZ," kata Febri.

Pihak keluarga Zumi Zola ju­ga dimintai klarifikasi mengenai penemuan uang miliaran ru­piah di vila di Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Uang itu disimpandi dalam brankas berukuran 2x1 meter di ruang bawah tanah vila.

Uang itu diduga berasal dari setoran kontraktor-kontrak­tor yang menggarap proyek Pemprov Jambi. Sejumlah kon­traktor sudah diperiksa. "Saksi-saksi (kontraktor) diperiksa untuk mendalami kasus peneri­maan gratifikasi terkait proyek-proyek di Jambi tersangka ZZ," kata Febri.

Kontraktor yang diperiksa di antaranya CV Aron Putra Pratama Mandiri, PT Giant Eka Sakti, PT Andica Parsaktian Abadi, PT Perdana Lokaguna, PT Sanubari Megah Perkasa, CV Bendaro Persada Abadi dan CV Bina Mandiri Cemerlang.

CV Aron Putra Pratama Mandiri merupakan pemenang tender proyek rehabilitasi daerah irigasi Rawa Jambi Kecil di Kabupaten. Muaro Jambi. Nilai proyeknya Rp 1,5 miliar.

PT Perdana Lokaguna meng­garap proyek jalan Pauh-Lubuk Napal-Sipintun-Bts. Sumsel dengan nilai proyek Rp 9,6 mil­iar. Perusahaan ini juga menger­jakan proyek Jalan Sp. Pelawan-Sei. Salak senilai Rp 12 miliar dan Rp 10,5 miliar.

Adapun PT Giant Eka Sakti menggarap proyek pemban­gunan Jembatan Alang-Alang. Nilai kontraknya Rp 14,6 miliar. Perusahaan yang dipimpin Hasanuddin itu juga menggarap proyek pembangunan Jembatan Jelatang (135 meter) senilai Rp 16,2 miliar.

Proyek rehab/pemeliharaan Jalan Sanggaran Agung-Jujun juga jatuh kepada PT Giant Eka Sakti. Nilai pekerjaannya Rp 3,5 miliar. Perusahaan ini kembali mendapat proyek pem­bangunan jembatan. Kali ini Jembatan Merah Pulau Tengah di Kabupaten Kerinci. Nilai proyek Rp 6,2 miliar.

Sementara PT Andica Parsaktian Sakti menggarap proyek pembangunan Jembatan Kelok Sago (150 meter). Nilai kontraknya lumayan besar: Rp 19,6 miliar.

CV Bedaro Persada Abadi mendapat lima proyek infrastruktur. Yakni proyek Jalan-Sei. Saren -Teluk Nilau -Senyerang -Bts. Riau (ABT/Anggaran Belanja Tambahan) Rp 1,9 miliar. Pengaspalan jalan lingkungan RT. 09 sampai RT. 07 Desa Kedemangan Rp 500 juta. Rehabilitas drainase

Kota Harapan Kecamatan Muara Sabak Kabupaten. Tanjung Jabung Timur (ABT) Rp 1,5 miliar. Kemudian proyek pem­bangunan jembatan gantung di Dusun Baru Pemenang (120 me­ter) dengan nilai proyek Rp 2,4 miliar. Terakhir perusahaan ini menggarap proyek pembangu­nan gedung dan pasar ternak Rp 375 juta.

CV Bina Mandiri Cemerlang diketahui penggarap proyek pembangunan biogas dengan nilai proyek Rp 140 juta.

Penyidikan kasus fee proyek Zumi Zola ini merupakan pengembangan dari kasus suap pengesahan APBD Provinsi Jambi 2018. Kasus ini men­jerat Arfan, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik dan Saipuddin, Asisten III Sekretaris Daerah.

Ketiga pejabat itu menyuap anggota DPRD Provinsi Jambi Rp 6 miliar agar hadir dalam sidang paripurna istimewa untuk pengesahan APBD. Uang suap berasal dari para kontraktor rekanan Dinas PUPR Provinsi Jambi.

Kilas Balik
Uang 'Ketok Palu' APBD 2018 Disediakan Rekanan Dinas PUPR

 Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik didakwa menyuap anggota DPRD Rp 3,4 miliar untuk memu­luskan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) tahun 2018.

Pemberian uang kepada ang­gota dewan dilakukan bersama Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Arfan dan Saipudin, Asisten III Administrasi Umum Sekretaris Daerah Provinsi Jambi (didakwa terpisah).

"Telah memberi atau menjan­jikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara denganmaksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," Jaksa Tri Mulyono membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi.

Anggota DPRD yang menerima uang antara lain Cekman, Elhelwi, Parlagutan Nasution, M Juber, Sufardi Nurzaim, Ismet Kahar, Tartiniah, Popriyanto, Tadjuddin Hasan dan Supriyono.

Jaksa membeberkan kasus yang menjerat Erwan. Awalnya, pada 21 Agustus 2017 Gubernur Jambi Zumi Zola menyampai­kan nota pengantar rancangan kebijakan umum (KUA) APBD dan rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD 2018 ke DPRD.

Kemudian Erwan dan Arfan melakukan pertemuan dengan Ketua DPRD Cornelis Buston. Saat itu, Cornelis menyampaikanpermintaan uang 'ketok palu' untuk pengesahan APBD itu.

"Saat itu Erwan dan Arfan belum dapat menyanggupinya dikarenakan status jabatan hanya sebagai Pelaksana Tugas," sebut jaksa.

Erwan kemudian melaporkan permintaan uang ìketok paluî kepada Zumi. Gubernur men­yarankan Erwan berkoordinasi dengan orang kepercayaannya, Asrul Pandapotan Sihotang.

Setelah berkoordinasi, Asrul menyampaikan Zumi setuju memberikan uang 'ketok palu' untuk DPRD dan proyek untuk pimpinan dewan.

Asrul juga menyampaikan ja­batan Erwan Plt Sekda dan Arfan sebagai Plt Kepala Dinas PU akan dipertahankan. Seharusnya jabatan Plt Sekda sudah berakhir pada September 2017.

Sementara di DPRD, Cornelis mengadakan rapat dengan ang­gota lainnya membahas uang 'ketok palu'. Disepakati masing-masing anggota dapat Rp 200 juta. Uang mukanya Rp 100 juta dulu. Sedangkan untuk pimpinan DPRD tidak diberikan tunai, tapi dalam bentuk proyek di APBD 2018 dan fee 2 persen atas proyek jalan layang Kota Jambi.

Setelah itu, Cornelis mem­inta Erwan menyerahkan Rp 50 miliar untuk 50 anggota dewan. Erwan memerintahkan Arfan dan Saipudin mengumpulkan uang.

"Saipudin meminta uang dari dinas-dinas seluruhnya terkum­pul Rp 77 juta. Sedangkan Arfan meminta bantuan Joe Fandy Yoesman alias Ahui kontraktor yang mendapat pekerjaan di Dinas PUPR Jambi dan Ahui menyanggupi," sebut jaksa.

Ahui menyerahkan Rp 5 miliar kepada Arfan. Uang itu lalu dibagi-bagikan kepada perwakilan fraksi-fraksi di dewan.Rinciannya untuk Fraksi Restorasi (gabungan Partai Nasdem dan Hanura) Rp 700 juta yang diterima Cekman. Uang Rp 600 juta untuk Fraksi PDIP diserahkan kepada Elhelwi. Uang Rp 400 juta diserahkan kepada Parlagutan Nasution, perwakilan Fraksi PPP.

Uang Rp 700 juta untuk Fraksi Golkar diberikan kepada M Juber. Sedangkan Tadjuddin Hasan menerima jatah Fraksi PKB Rp 600 juta.

Jaksa menyebutkan ada sisa Rp 1,7 miliar yang akan dibagi­kan untuk tiga fraksi, yakni Fraksi PAN Rp 400 juta, Fraksi Partai Demokrat Rp 800 juta, dan Fraksi Gerindra Rp 500 juta.

Jatah uang Rp 300 juta untuk Fraksi Partai Bintang Keadilan (gabung PKS dan Partai Bulan Bintang) belum diserahkan kar­ena belum diketahui siapa yang bakal menerimanya.

Jaksa menyebut jatah Fraksi PAN telah diberikan. Sedangkan jatah Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Gerindra belum sempat diberikan karena Erwan keburu ditangkap KPK.

Atas perbuatannya, Erwan didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. ***



Rmol
TERKAIT