Eks Sekjen Kemendagri

Eks Sekjen Kemendagri Akui Proyek Pembangunan Gedung IPDN Bermasalah

Wartariau.com JAKARTA - Mantan pegawai di Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dudy Jocom, diduga sudah mengetahui bahwa proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, tahun 2011, bermasalah. Namun Dudy yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek itu diduga tidak menghiraukannya.

Hal itu terungkap saat penuntut umum KPK memaparkan temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum Kementerian Dalam Negeri menetapkan perusahaan pemenang lelang dalam proyek pembangunan tersebut.

Temuan BPKP tersebut dibenarkan mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraeni, yang dihadirkan dalam sidang untuk terdakwa Dudy Jocom di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu  (18/7/2018).

"Ibu tahu ini (temuan BPKP)? Sudah membaca atau mendapat laporan dari terdakwa," tanya jaksa Budi Nugraha pada Diah.

Diah kemudian menjelaskan bahwa pemeriksaan oleh BPKP merupakan perintah dari Mendagri yang saat itu dijabat oleh Gamawan Fauzi. Ia mengaku tidak tahu jelas latar belakang harus dilakukan pemeriksaan.

Ia hanya menyebut bahwa hal tersebut merupakan bentuk kehati-hatian dari Kemendagri dalam pelaksanaan proyek tersebut. "Hasil review kami turunkan kepada Pak Dudy," ujar Diah.

"Apakah benar Bu, hasil dari BPKP ini ditemukan pelanggaran-pelanggaran?" tanya jaksa.

"Betul," ucap Diah.

Penuntut umum kemudian memaparkan sejumlah pelanggaran berdasarkan temuan BPKP. Di antaranya adalah proses pelelangan tidak menjaminkan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan panitia pengadaan menambahkan persyaratan sebagaimana dilarang Perpres 54 tahun 2010.

Lalu, dokumen kualifikasi kurang transparan yaitu menggunakan sistem gugur, tetapi tidak dinyatakan hal-hal yang menggugurkan, tidak mensyaratkan pelelangan yang harus dimiliki, dan tenaga ahli yang minimal harus ada.

"Panitia pengadaan tidak mencantumkan uraian pekerjaan yang harus dilaksanakan, dan tidak mewajibkan penyedia untuk melakukan pekerjaan yang dilaksanakan dan tidak mewajibkan penyedia untuk kerja sama dengan usaha kecil," beber jaksa.

Selain itu, jadwal pelelangan khususnya pengambilan rekening lelang dan pemberian penjelasan disebut menyimpang, karena terlalu singkat dari batas waktu minimal yang ditetapkan dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010.

Diah membenarkan soal temuan-temuan BPKP tersebut. Menurut Diah, Dudy juga tidak pernah menghadap setelah adanya temuan BKPK itu dan tidak pernah melaporkan apabila ada kendala dalam pembangunan kampus IPDN tersebut. "Mestinya melaporkan (kalau ada kendala). Ada kewajiban melaporkan," kata Diah.

Dalam surat dakwaan, disebutkan bahwa untuk mempermudah pekerjaan pembangunan kampus IPDN, Kemendagri melalui Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni membentuk panitia pengadaan barang/jasa terkait pekerjaan konstruksi dan jasa konsultasi di pembangunan itu. Saat itu Dudy menjadi PPK.

Selanjutnya Dudy selaku PPK pun membuat nota dinas dengan Nomor 028/712/PAKPA/V/2011 tanggal 27 Mei 2011 untuk melakukan proses pelelangan pekerjaan pembangunan konstruksi fisik, tanpa menunggu pemenang lelang konsultan perencana dan konsultan manajemen konstruksi.

Dalam kasus ini, Dudy Jocom diduga menerima keuntungan senilai Rp 4,2 miliar dari perbuatanya tersebut. Perbuatan Dudy juga disebut telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau koorporasi. Serta disebut merugikan negara hingga Rp 34,8 miliar. [Kumparan]

TERKAIT