Terancam Masuk DPO

Umar Ritonga Terancam Masuk DPO

Wartariau.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengultimatum orang kepercayaan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap yakni Umar Ritonga untuk menyerahkan diri.

Effendi Sahputra Penyuap Bupati Labuhanbatu Ditahan Di Rutan Guntur
Penyuap Bupati Labuhanbatu Tiba Di KPK
KPK Minta Umar Ritonga Menyerahkan Diri
"KPK mengingatkan kembali pada Saudara Umar Ritonga agar bersikap koperatif dan segera menyerahkan diri ke KPK," Jurubicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan melalui pesan elektronik, Jumat (20/7)

Bukan hanya mengultimatum Umar, lembaga antirasuah juga meminta kerjasama dari pihak keluarga dan kolega bersangkutan.

aktif mengajak Umar datang ke KPK atau menyerahkan diri ke Polres Labuhanbatu atau kantor kepolisian setempat.

"Imbauan ini berlaku sampai Sabtu, 21 Juli 2018. Jika tidak KPK akan memproses penerbitan DPO (Daftar Pencarian Orang) untuk yang bersangkutan," tukasnya.

Dalam gelar konferensi pers terkait operasi tangkap tangan di Labuhanbatu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menjelaskan bahwa Umar membawa kabur uang sebesar Rp 500 juta yang diberikan oleh pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra kepada Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap yang bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat Kabupaten Labuhanbatu.

Saat hendak ditangkap, Umar melarikan diri dan hampir mencelakakan penyidik KPK. Dugaan sementara, Umar berpindah tempat hingga menghilang di perkebunan sawit dan rawa.

KPK sendiri sudah mengantongi bukti transaksi sebesar Rp 576 juta. Dalam kegiatan ini diduga uang tersebut merupakan bagian dari permintaan Bupati sekitar Rp 3 miliar.

Sementara sebelumnya sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan cek sebesar Rp 1,5 miliar, namun gagal dicairkan.

Lembaga antirasuah telah resmi menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap bersama dengan PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra dan pihak swasta Umar Ritonga sebagai tersangka dalam kasus ini.

Sebagai pihak penerima, Pangonal Harahap dan Umar Ritonga kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Effendy Saputra yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.



Rmol
TERKAIT