China Gencarkan Kawin Campur

Tekan Budaya Islam, China Gencarkan Kawin Campur Gerus Eksistensi Uighur

Ilustrasi etnis Uighur di Turki.Ilustrasi etnis Uighur di Turki.

Wartariau.com JAKARTA - Pemerintah China dilaporkan mulai menerapkan kebijakan untuk perlahan-lahan mendesak warga etnis Uighur di provinsi Xinjiang untuk meninggalkan kebudayaan dan kebiasaan mereka. Hal itu dilakukan dengan gencarnya program kawin campur dan pendidikan.

Seperti dilansir dari CNNIndonesia Jumat (17/5), beberapa perguruan tinggi di wilayah barat Xinjiang, China, telah mengubah peraturan terkait ujian masuk universitas. Mereka memberikan kemudahan bagi anak-anak yang berasal dari penikahan antar etnis Han dan minoritas.

Tindakan ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi populasi etnis Muslim Uighur, dan menekan keberadaan budaya Islam.

Dalam hasil sensus tiga tahun lalu, diperkirakan ada sekitar 23 juta etnis Uighur yang bermukim di Xinjiang.

Pemerintah daerah Xinjiang menerapkan pemberian poin bonus sebesar 20 bagi siswa dari keluarga etnis campuran ketika ujian masuk perguruan tinggi di China. Sementara, poin yang diberikan bagi siswa yang kedua orang tuanya berasal dari etnis minoritas hanyalah 15.

Peraturan ini berbanding terbalik dengan yang diterapkan tahun lalu.

"Peraturan ujian masuk ini merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi pengaruh kebiasaan dan pola pikir etnis non-Han," kata profesor di Universitas La Trobe, James Leibold.

"Pemerintah yakin bahwa pernikahan campuran antar etnis adalah kunci penggerak untuk menciptakan integrasi nasional dan menggabungkan etnis Uighur dengan etnis minoritas bangsa China lainnya," tambahnya.

Pada 2014 lalu, pemerintah daerah Qiemo di Xinjiang juga pernah mengumumkan akan memberikan uang tunai sebesar 10,000 Yuan (sekitar Rp20,9 juta) sebagai hadiah pernikahan bagi pasangan kawin campur. Uang tersebut akan diberikan dalam lima tahun pertama pernikahan mereka.

Selain itu, pakar kebijakan Institut Teknologi Rose-Hulman, Timothy Grose, mengatakan pemberian tunjangan bagi pernikahan antar etnis itu menjadi upaya pendekatan Partai Komunis China dalam menekan keberadaan etnis Muslim Uighur.

China menuding Gerakan Turkistan Timur terkait aksi penyerangan di wilayah Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, banyak diplomat dan para ahli luar negeri masih meragukan apakah kelompok itu memang nyata.

Sejauh ini, China menyatakan proses deradikalisasi di Xinjiang dengan membangun 'kamp pelatihan' telah membawa kestabilan keamanan.

Namun, pemerintah China dituduh melanggar hak asasi manusia terkait pendirian kamp yang mereka sebut 'pusat pelatihan keterampilan'. Sebab, banyak pengakuan dari sejumlah etnis Uighur beberapa kerabat mereka dimasukkan paksa ke kamp itu bahkan dilaporkan hilang. (*)
TERKAIT