Lindungi Industri Sawit Nasional
Lindungi Industri Sawit Nasional, Ini 3 Aturan yang Akan Diterbitkan Jokowi
Wartariau.com NUSA
DUA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menerbitkan tiga aturan baru
untuk mendukung perkembangan industri sawit nasional pada tahun ini.
Aturan itu menyangkut rencana aksi sawit berlanjutan, standar produk
bertajuk Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO), hingga riset
perkebunan nusantara.
Hal
ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Mahmud. Ia
menyampaikannya di sela konferensi sawit tahunan bertajuk Indonesian
Palm Oil Conference (IPOC) 2019 di Nusa Dua, Bali, Kamis (31/10).
"Sekarang
rancangan aturannya sudah di tangan presiden (Jokowi), ada tiga. Belum
terbit, tapi sudah final, sudah di presiden," ungkap Musdalifah dikutip
dari CNNIndonesia.
Ia
menerangkan ketiga aturan tersebut perlu dibuat untuk melindungi
industri sawit nasional dari tantangan yang cukup kompleks. Mulai dari
kampanye negatif dari Uni Eropa hingga pemenuhan kebutuhan pasar global.
Jika
dirinci, sambung dia, aturan pertama akan berbentuk instruksi presiden
(inpres) terkait Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN
KSB). Beleid hukum itu akan berisi soal kebijakan penggunaan data dasar
pekebun kelapa sawit untuk mendukung tata kelola industri.
Beleid
tersebut juga akan berisi ketentuan pengembangan industri sawit
berkelanjutan bagi masing-masing pihak yang terlibat dalam industri
sawit serta kebijakan di tiap tingkat pemerintahan. Mulai dari pusat,
provinsi, hingga kabupaten/kota.
Kemudian,
berisi soal ketentuan koordinasi antara lembaga. Tak ketinggalan, juga
menyangkut perlindungan dan penegakan hukum di sektor kelapa sawit.
"Rencana
aksi ini kami lakukan agar bisa meyakinkan seluruh pihak bahwa industri
kelapa sawit nasional itu dibangun secara berkelanjutan, tidak ada isu
deforestasi. Kami yakinkan kelapa sawit bukan ditanam di hutan dan tidak
merusak lingkungan," jelasnya.
Aturan
kedua berbentuk peraturan presiden (perpres) terkait ISPO. Beleid hukum
ini akan memperkuat pelaksanaan ISPO yang sudah berjalan saat ini.
Ia
mengatakan penguatan aturan ISPO menyangkut beberapa hal, misalnya
penunjukkan badan/lembaga independen dalam rangka pelaksanaan ISPO.
Hal
ini merujuk pada pelaksanaan standar yang dilakukan negara sesama
penghasil sawit, yaitu Malaysia yang sudah memiliki lembaga independen
tersebut.
Di
Indonesia, pelaksanaan ISPO saat ini masih berada di bawah Kementerian
Pertanian (Kementan) dengan koordinasi bersama Kemenko Perekonomian.
Padahal, kata Musdalifah, industri ini berkaitan dengan kementerian
lain, misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta
Kementerian Ketenagakerjaan.
"Nantinya
tata kelola ISPO akan diterbitkan oleh auditor independen yang
profesional, dan berstandar internasional, sehingga bukan di pemerintah
lagi. Nanti yang terbitkan adalah Badan Standardisasi Nasional,"
tuturnya.
Selanjutnya,
beleid ini juga mengatur soal perluasan ISPO hingga ke tangan para
petani sawit rakyat. Pemerintah ingin ISPO tak hanya menyasar para
pengusaha, namun juga petani, sehingga mutu produk sawit terjamin sejak
hulu industri.
Meski begitu, ia memastikan pelaksanaan ISPO di kalangan petani akan dilakukan secara bertahap dengan kurun waktu lima tahun.
"Jangan
berpikir pemerintah bisa mewajibkan ISPO ke mereka dalam waktu satu
sampai dua tahun. Kami tidak bisa paksa petani, tapi kami bantu mereka
agar bisa comply," jelasnya.
Aturan
ketiga berupa peraturan pemerintah (pp) terkait riset perkebunan
nusantara. Regulasi ini akan mengatur soal pembentukan program riset di
anak usaha PT Perkebunan Nusantara III (Persero).
"Ini dalam rangka memperkuat riset dan penyediaan bibit benih unggul ke depan," ujarnya. (*)
TERKAIT
Tulis Komentar